Skip to main content

Mana yang Lebih Baik : Meninggalkan atau Ditinggalkan?


            Manusia hidup dengan berinteraksi satu sama lain. Pertama bertemu, kemudian berkenalan hingga akhirnya memiliki suatu hubungan, entah itu sebagai teman atau mungkin lebih. Dan dari setiap pertemuan, pasti ada perpisahan. Perpisahan itu pasti, karena tidak ada yang abadi di dunia ini. Pertanyaannya, mana yang lebih baik, meninggalkan atau ditinggalkan?

           Sebuah survey di situs Quora yang memiliki judul sama dengan esai ini menunjukkan bahwa, kebanyakan orang memilih untuk meninggalkan. Mengapa demikian? Karena ketika meninggalkan, kita tidak perlu merasa terkejut dan bertanya-tanya apa kesalahan kita. Meninggalkan tidak membuat kita merasa tidak berharga, merasa dibuang. Namun, walaupun begitu, meninggalkan dapat memberi rasa penyesalan yang begitu besar. Apalagi, jika hal yang kita tinggalkan adalah hal yang benar-benar berharga dan sulit untuk dicari kembali di kemudian hari. Siapa bilang meninggalkan tidak akan membuat seseorang bersedih? Tentu bisa, apalagi jika meninggalkannya karena terpaksa.

         Lantas, apakah ditinggalkan itu jauh lebih baik? Belum tentu. Karena ketika ditinggalkan, seseorang bisa merasa terkejut, bahkan mungkin syok. Orang-orang yang ditinggalkan tentu akan bertanya-tanya, apa sebenarnya kesalahan mereka? Perasaan sakit, bingung, dan marah bercampur aduk di hati mereka yang ditinggalkan. Tapi, ada juga hal positif dibalik itu semua. Tidak akan ada perasaan bersalah yang terus menghantui. Sedih yang dirasakan juga biasanya langsung terasa saat kejadian, dan berangsur hilang, walaupun mungkin lama. Ditinggalkan juga biasanya menguatkan mereka yang mengalaminya.

         Lalu, mana yang lebih baik? Jawabannya, tidak ada yang lebih baik. Keduanya memiliki sisi negatif dan positif, tergantung dari sudut pandang masing-masing orang. Yang manapun itu, alangkah baiknya untuk setiap manusia menyadari bahwa perpisahan itu adalah hal yang pasti.


Comments

Popular posts from this blog

Movie Review : My Wife is a Gangster 3

  Movie Review: My Wife is A Gangster 3   1.       Movie Identity Movie Title: My Wife is a Gangster 3 Director: Jo Jin-kyu Producer: Charles Kim, Chu Chen On Actors: Shu Qi, Lee Beom-soo, Hyun Young, Oh Ji-ho, Ti Lung Editor: Park Gok-ji Distributor: Showbox/Mediaplex Release Date: December 28, 2006 Running Time: 115 minutes Country: South Korea Language: Korean     2.       Synopsis My Wife is A Gangster 3 is the sequel to My Wife is a Gangster and My Wife is a Gangster 2. It tells a story about Lim Aryong (Shu Qi), the daughter of Hongkong Mafia Boss, Mr. Lim. Aryong has been suspected that she’d killed another big mafia boss. So, Aryomg moved to South Korea to be safe. Han Ki-Chul (Lee Beom-soo) is put in charge to look after her. No one understand the language Ayong speaking, so, they hired a translator named Yeon-hee (Hyun Young). At first Ki-chul and his associats were afraid of Aryong, but as soon as she learns that they’re actually nice, Aryong

Dia

 Udara dingin masuk menembus kelambu Diiringi suara detik jam yang begitu merdu Tenggelam aku dalam suasana syahdu Kala kupanggil nama-Mu Aku bercerita tentang hal yang sama Berkeluh kesah tentang sebuah nama Bersyukur karena masih bersama Dan kadang bertanya apa maksud dari semua Yang terjadi di dunia Kadang aku lupa Tenggelam dalam dosa dosa Padahal katanya cinta Padahal katanya memuja Tapi aku selalu melanggar perintah-Nya Izinkan aku berdeklarasi Perihal rasa cinta yang tidak terdefinisi Rasanya tidak sanggup dituang dalam puisi Karena mata pasti akan berlinang sendiri Terima kasih karena Engkau tidak pernah meninggalkan Walaupun diri-Mu seringkali aku abaikan Jadikan aku kekasih-Mu yang teguh dan beriman Agar kelak aku dapat kekal mencintai-Mu di surga, Tuhan